Kalung Cokelat Keju
oleh Alda Aladawiyah
Aku mempunyai sahabat, Haifa
namanya. Aku dan Haifa adalah teman sekelas dan sebangku. Dia ramah, baik hati,
cantik pula. Kita selalu menghabiskan waktu bersama di mana saja.
Kami berdua memakai kalung
yang sama. Kalung yang liontinnya berbentuk cokelat dan keju. Aku membeli
kalung itu di sebuah toko emas setelah berbelanja dengan Mama beberapa minggu
yang lalu. Dan itu sepasang kalung cokelat keju yang terakhir.
“Hai Amira...” sapanya riang saat dia
berkunjung ke rumahku pada suatu sore. Kulihat Haifa membawa kotak kecil putih.
Dia tersenyum padaku.
“Hai.. Kamu bawa apa, Haifa?”
tanyaku padanya.
“Tebak, apa?” kata Haifa.
Aku tahu apa yang dia bawa.
“Cokelat tentunyaa!!” kataku
dan Haifa bersamaan. Kami berdua pun tertawa bersama. Aku segera berlari menuju
kulkas yang berada di sudut dapur. Aku mengambil kue tiramisu bertabur keju. Aku
menghampiri Haifa dan memberikan kue itu kepadanya. Sebaliknya, Haifa
memberikan cokelatnya kepadaku. Kami bertukar makanan bersama.
“Mmm.. enak yaa.. “ kata
Haifa sambil mengunyah kuenya. Aku hanya mengangguk. Kami berdua selalu
bertukar makanan bersama. Aku memberinya keju, dan Haifa memberiku cokelat. Kegiatan
ini sering kami lakukan bersama.
Kebetulan, ayah Haifa adalah
seorang karyawan di sebuah toko roti. Dan papaku adalah pemilik pabrik makanan
ringan. Jadi kami berdua tidak kesulitan mendapatkan makanan yang rasanya
cokelat maupun keju.
Keesokannya, aku dan Haifa
bermain lompat tali bersama di taman sekolah saat jam istirahat tiba. Belum
lama kami bermain, tiba-tiba ada seorang bapak menghampiri kami. Setelah
kuperhatikan wajahnya, beliau adalah ayah Haifa. Ayah Haifa memanggil Haifa dan
membisikkan sesuatu ke telinganya.
“Maaf, Amira.. Aku harus
pergi sekarang,” kata Haifa buru-buru.
“Lho.. Bukannya sekarang
masih jam istirahat? Kenapa tidak waktu pulang saja?” tanyaku pada Haifa. Tapi
Haifa sudah pergi bersama ayahnya.
Sore harinya, seperti
biasanya, aku berada di teras rumahku menunggu kedatangan Haifa. Kami akan
bertukar makanan dan bermain bersama lagi. Tapi lama sekali Haifa tidak kunjung
datang. Hampir satu jam lamanya aku menunggu di situ. Setelah kecapekan
menunggu, akhirnya aku masuk ke dalam rumah dengan lesu.
“Ada apa, sayang?” tanya
mama setelah melihat raut wajahku.
“Haifa tidak datang ma..
Padahal aku sudah menunggunya sejak tadi,”
“Mungkin Haifa ada keperluan
yang mendesak sehingga tidak bisa datang ke rumah,” kata Mama. “Mmm.. Bagaimana
kalau Amira ikut Mama belanja ke Mall?” ajak Mama mencoba menghiburku.
“Yaa!!” Aku lalu bersorak
kegirangan dan menyetujui ajakan Mama. Di Mall, aku dan Mama berbelanja
kebutuhan sehari-hari. Aku membeli roti tawar dan selai cokelat kesukaanku. Aku
langsung teringat Haifa.Akhirnya aku membeli selai keju juga untuknya.
Ketika ingin pulang, aku
melewati toko emas di mana aku pernah membeli sepasang kalung cokelat keju.
Tapi anehnya, aku melihat ada kalung cokelat keju itu lagi terpajang di sana. Bukankah
kalung yang kemarin aku beli adalah sepasang kalung yang terakhir? Aku langsung
berlari menuju toko emas itu.
“Permisi, mbak.. mau tanya. Bukankah sepasang kalung kemarin yang saya beli adalah
kalung terakhir?” tanyaku pada perempuan penjaga toko itu tanpa basa-basi.
“Maaf,adik kecil.. Tadi
siang ada seorang anak kecil seumuran adik yang menjual kalung tersebut kepada
kami,” kata penjaga tersebut.Aku langsung teringat Haifa.Apakah Haifa menjual
kalung yang telah aku berikan padanya?
“Terima kasih banyak,mbak..
Maaf telah mengganggu,” kataku sambil berlalu pergi.
Sudah dua hari Haifa tidak
berangkat sekolah tanpa keterangan. Aku khawatir dengan keadaannya.Sepulang
sekolah, aku mengunjungi rumahnya.Aku melihat Haifa sedang melamun di teras
rumahnya.Aku berlari menghampirinya.
“Haifa..” sapaku lalu ikut
duduk bersamanya. “Kamu kenapa akhir-akhir ini tidak masuk sekolah?” tanyaku
pada Haifa.
“Ayahku tak mampu lagi
membayar spp sekolahku lagi,Amira. Toko roti tempat Ayah bekerja bangkrut. Jadi
Ayah tak bisa bekerja di sana lagi,” jelas Haifa. Matanya tampak mulai
berkaca-kaca. Aku melihat leher Haifa. Tidak ada kalung cokelat keju yang biasa
tergantung di lehernya.
“Kalungmu ke mana?” tanyaku.
“Kalung itu terpaksa ku
jual, Amira. Ayah sampai saat ini belum mendapat pekerjaan. Kami sangat butuh
uang,” kata Haifa yang mulai terisak-isak. Aku memeluk Haifa erat-erat. Kasihan
sekali Haifa. Aku tidak pernah tahu kalau Haifa sampai sesedih ini. Tiba-tiba
aku punya ide yang bagus.
Setibanya di rumah, aku
menceritakan semua tentang Haifa pada Papa dan Mama. Aku membujuk Papa agar mau
menerima ayah Haifa untuk bekerja di pabriknya. Setelah mempertimbangkan
sejenak, akhirnya Papa setuju.
Ayah Haifa akhirnya bekerja
di pabrik Papaku. Dan Haifa bisa bersekolah kembali. Kalung cokelat keju yang
ada di toko emas Mama beli kembali khusus untuk Haifa. Dan yang paling
meyenangkan lagi, aku dan Haifa bisa bertukar makanan lagi!
0 komentar:
Posting Komentar