Dinding Impian Larissa
Oleh Alda Aladawiyah
Kak Astra menarik nafas panjang. Sudah kelima kalinya
Larissa mendapatkan nilai enam puluh. Kak Astra sudah berkali-kali membujuk
adiknya itu untuk belajar, tapi Larissa selalu saja menolak. Larissa lebih
senang bermain video game dan menonton film kesukaannya.
Nilai Larissa akhir-akhir ini memang menurun. Mama tak
jarang mendapat laporan dari gurunya bahwa Larissa sering tidak fokus pada
pelajaran dan sering bermain-main di kelas. Pernah suatu hari, Kak Astra
meminta teman-teman Larissa datang ke rumah untuk belajar kelompok dan
mengerjakan tugas bersama, tapi Larissa malah mengajak mereka bermain video
game. Larissa bahkan malas mengerjakan PR-nya sendiri, hingga ujung-ujungnya
Kak Astra-lah yang mengerjakannya untuknya. Wah, kalau begini terus Larissa
bisa saja tidak naik kelas.
“Larissa... Tugasnya dikerjain yuk,” Ajak Kak Astra
sambil duduk di samping Larissa yang sedang bermain Play Station.
“Males ah Kak, lagi seru niih game-nya...” kata
Larissa.
“Main apaan sih? Kak Astra boleh ikutan nggak?” Tanya
Kak Astra pada Larissa.
“Beneran niih Kak Astra mau main? Tumben..” kata
Larissa penuh heran. Tak biasanya Kakaknya itu mau bermain PS dengannya.
“Iya nih, Kakak bosen. Kakak ikut main ya?” Kata Kak
Astra. Larissa mengangguk penuh semangat. “Eitts... Tapi ada syaratnya. Kalo
kakak yang menang, Larissa harus ngerjain tugasnya ya?”
“Mmm.. Oke. Tapi kalo Larissa yang menang, Kak Astra
yang ngerjain tugas Larissa,ya!” kata Larissa .
“Oke! Ayo kita mulai!” kata Kak Astra memulai. Kak Astra
benar-benar fokus pada permainan dan mulai menekan-nekan joystick-nya. Selang beberapa menit bermain, akhirnya Kak Astra
memenangkan permainan.
“Horeeeee.....!” Teriak Kak Astra penuh kemenangan.
“Saatnya Larissa menepati janjinya!” Kak Astra tersenyum pada adiknya. Larissa
tak bisa berkata apa-apa lagi.
Di kamar, Larissa mulai mengerjakan tugasnya. Kak
Astra duduk di sampingnya dan menemaninya.
“Mmm.. Larissa?” kata Kak Astra hati-hati. Larissa
menoleh ke arah kakaknya. “Kenapa Larissa akhir-akhir ini jarang belajar? Ada
apa?” tanya Kak Astra.
“Nggak papa Kak. Males aja..” kata Larissa cuek.
“Lho, kalau seperti ini terus, nilai Larissa bisa
menurun dan bisa-bisa Larissa tidak naik kelas. Kalau Larissa tidak naik kelas,
tentu saja Larissa tidak bisa meraih cita-cita Larissa. Larissa mau?” tanya Kak
Astra. Larissa menggeleng.
“Larissa
cita-citanya mau jadi apa?” tanya Kak Astra lagi. Larissa berpikir. Lama
sekali.
“Mmmm... Larissa belum punya cita-cita, Kak..” kata
Larissa akhirnya. Kak Astra tertawa pelan. Larissa mulai mengerjakan tugasnya
lagi.
Hari ini hari libur. Kak Astra sedang menonton tv di
ruang tamu.
“Nonton apa sih,Kak?” Tanya Larissa penasaran.
“Ini lho dek, kasus demam berdarah meningkat di
beberapa rumah sakit. Kebanyakan dari mereka anak-anak kecil..” kata Kak Astra
menjelaskan.
“Kasihan ya Kak, Larissa jadi pengen ngobatin mereka
juga. Kayak dokter di tv..” kata Larissa. Mendengar itu Kak Astra tersenyum.
Tiba-tiba Kak Astra punya ide yang sangat cemerlang!
“Larissa bener pengen jadi dokter?” Tanya Kak Astra. Larissa
mengangguk. “Kalau begitu Larissa harus banyak belajar biar nilai matematika
dan IPA-nya bagus,”
“Yaah.. pelajaran Matematika dan IPA kan susah,Kak..
Larissa aja sudah berkali-kali dapat nilai enam puluh..” kata Larissa kembali
murung.
“Tenang saja, Kak Astra kan bisa bantu Larissa!
Syaratnya Larissa harus punya misi untuk mewujudkan impian Larissa.. ” kata Kak
Astra.
“Misi?” tanya Larissa tidak mengerti.
“Ya! Ayo ikut Kakak! “ Ajak Kak Astra dan menggandeng
tangan Larissa.
“Kita mau kemana,Kak?” tanya Larissa.
“Membeli Dinding Impian..” kata Kak Astra sambil
tersenyum lebar. Dinding Impian? Larissa semakin tidak mengerti.
Kak Astra mengajak Larissa ke toko peralatan tulis.
Kak Astra membeli sterofoam, kertas
kado berwarna pink, kertas lipat,
spidol warna-warni, selotip, dan beberapa pin lucu. Sesampainya di rumah, Kak
Astra mulai mengunting kertas kado dan menempelkannya pada sterofoam dengan
selotip lalu membingkainya. Kak Astra menulis di atas sterofoam itu dengan tulisan: Dinding Impian Larissa.
“Naah.. Jadi deh, sekarang Larissa tinggal nulis
misi-misinya. Sebelum menulis misi, Larissa harus menulis impian Larissa tahun
ini. Impian Larissa tahun ini apa?”
“Mmmm... apa ya? Ranking satu di kelas?” kata Larissa
ragu.
“Ya! Tentu saja! Bagaimana caranya biar bisa ranking
satu di kelas? Larissa tulis semua caranya di kertas lipat mungil ini, lalu
tempelkan pada Dinding Impian Larissa..” jelas Kak Astra. Larissa mulai menulis
misi-misinya di kertas dengan penuh semangat. Setelah menulis semuanya, Larissa
menyerahkannya pada Kak Astra.
“Hmm... Tepat sekali. Mendapatkan nilai seratus pada
pelajaran Matematika dan IPA, rajin belajar, dan banyak membaca buku.. Jika
impian Larissa tahun ini tercapai, impian Larissa menjadi dokter akan segera
tercapai juga,” Kak Astra membaca misi-misi Larissa. “Jangan lupa, berdoa pada
Tuhan, agar impian Larissa dikabulkan..” Kak Astra menambahi.
Larissa menambahkan kata “berdoa” pada kertas lipat
mungilnya. Kak Astra menempelkan kertas-kertas mungil itu di sterofoam tadi
dengan pin, lalu memajangnya di tembok kamar Larissa. Kak Astra berkacak
pinggang dan tersenyum puas.
Setiap hari, sebelum Larissa berangkat sekolah,
Larissa selalu melihat Dinding Impiannya. Larissa akhirnya kembali bersemangat
untuk belajar di sekolah. Guru-guru dan teman-temannya kaget dengan nilai-nilai
Larissa yang selalu mendapatkan nilai seratus. Larissa juga akhirnya mulai
mengerjakan tugas-tugasnya sendiri. Saat kenaikan kelas, Larissa akhirnya
mendapat ranking satu di kelasnya.
“Terima kasih Kak Astra sudah membelikanku Dinding
Impian, sebentar lagi Larissa bisa ngobatin teman-teman Larissa yang sakit,”
kata Larissa sambil memeluk Kak Astra.
0 komentar:
Posting Komentar